RSS

To Notebook of Naval Architecture and Chemistry

Parameter yang Diuji dalam Analisa Air Tanah


Parameter yang Diuji dalam Analisa Air Tanah
Analisis sample air tanah dilakukan di tempat sampling dan juga dilakukan di laboratorium. Parameter yang diuji dalam proses analisa air tanah meliputi 4 parameter yaitu:
a.         Parameter fisika yang meliputi:
1. Kekeruhan ( turbidity )
Kekeruhan adalah suatu parameter pengukuran banyaknya padatan tersuspensi dalam larutan dengan menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix turbidity unit) atau JTU (jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit), Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (ex: lumpur dan pasir halus), maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme. Prinsip dari pengukuran kekeruhan (turbiditas) dapat ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Pengukuran nilai turbiditas ini dapat diukur dengan menggunakan turbidimeter dengan metode turbidimetri dimana sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar dengan satuan NTU. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Dan semakin tinggi nilai turbiditas maka kualitas sample air semakin buruk. Air tanah memiliki nilai turbiditas rendah karena air tanah telah mengalami proses filtrasi alamiah oleh lapisan batuan di bawah permukaan tanah. Berdasarkan KepMenKes RI No. 907 tahun 2002 nilai turbiditas maksimal sebesar 5 mg/L dan tidak melebihi angka tersebut.
2. Bau
Prinsip analisa pada parameter bau ini dapat dilakukan secara visual dengan menggunakan metode organoleptik (indra pembau). Bau yang tidak sedap menunjukkan kualitas air tidak bagus (tidak menggunakan alat dan tanpa ada satuan).
3. Warna (color)
Prinsip analisis parameter ini dapat dilakukan secara visual dengan menggunakan metode organoleptik sama halnya seperti parameter bau melainkan dengan indra penglihatan (Trisnawulan, dkk., 2007). Standar baku mutu maksimum untuk kualitas warna adalah 15 TCU (True Colour Unit). Air tanah yang memiliki nilai lebih besar dari 15 TCU menunjukkan kualitas air tanah yang tidak bagus.
4. Suhu (temperatur)
Pengukuran suhu tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas air tanah. Prinsip dari analisis ini dengan menggunakan metode termometri menggunakan termometer. Dimana sampel air tanah yang telah diambil dapat langsung diukur suhunya di lokasi pengambilan sampel maupun di laboratorium saat dilakukan analisis terhadap sampel. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SKVII/2002 tentang standar baku mutu air tanah yang dapat dikonsumsi, dimana suhu air tanah yang layak dikonsumsi adalah suhu udara ± 3°C, maksudnya adalah suhu air tanah harus lebih besar 1-3°C, misalnya suhu udara sampel yang diuji sekitar 27-28°C sedangkan suhu udara saat pengukuran sebesar 25-26°C.
5. Konduktivitas
Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit di dalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam yang terlarut dalam air, berkaitan dengan kemampuan air di dalam menghantarkan arus listrik.
Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam-garam terlarut dengan demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik. Selain dipengaruhi oleh jumlah garam-garam terlarut, konduktivitas juga dipengaruh oleh nilai temperatur.
6. Total Dissolved Solid (total padatan terlarut)
Prinsip dari analisa parameter ini adalah dengan menggunakan metode gravimetric. Standar baku mutu  kelas I PPRI no.82 tahun 2001 adalah sebesar 1100 mg/L.

b.    Parameter kimia yang meliputi:
1. PH
Pengaruh pH terhadap kualitas air, menyebabkan baku mutu air untuk layak dikonsumsi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), air yang layak dikonsumsi memiliki pH 6.5 - 8.5. Prinsip dari pengukuran pH sampel ini adalah dengan menggunakan pH meter, dimana pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan akuades sebagai trayek pH normal yaitu pada sekitar pH yang akan diukur. Kalibrasi dengan buffer standard pH 4,01 untuk sistem asam, buffer standar pH 7,00 untuk sistem netral, dan buffer standar pH 10,01 untuk sistem basa. Pengukuran PH dari sample air tanah yang telah diambil dilakukan dengan mencelupkan kabel indicator ke dalam sample air tanah, kemudian pada  layar pH meter akan terlihat angka hasil pengukuran. Selain menggunakan PH meter pengukuran PH dari sampel air tanah dapat dilakukan dengan menggunakan indicator universal.
2.  Kesadahan (hardness)
Kesadahan air merupakan kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki baik untuk penggunaan rumah tangga maupun untuk penggunaan industri. Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu kesadahan sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) dari kalsium dan magnesium, kesadahan ini dapat dihilangkan dengan cara pemanasan atau dengan pembubuhan kapur tohor. Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl-) dan sulfat (SO42-) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan ini disebut juga kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, tetapi dapat dihilangkan dengan cara pertukaran ion.
3.  Alkalinitas (alkalinity)
Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-) dan hidroksida (OH-). Kadar maksimum total alkalinitas yang diperbolehkan dalam air sebesar 1000 mg/L. Apabila kadar alkalinitas melampaui batas yang ditetapkan maka akan mudah terbentuk kerak atau pengendapan.
4.  DO (Kadar Oksigen Terlarut)
Untuk cara pengambilan contoh untuk pengujian kandungan oksigen terlarut diperlukan sarung tangan lateks yang harus terus dipakai (tidak boleh mengggunakan sarung tangan plastik atau sintetis). Dalam pengambilan sampel untuk analisa kandungan oksigen terlarut, sampel tidak boleh terkocok untuk menghindari aerasi yang akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut  menjadi bertambah sehingga hasil analisa tidak representatif. Uji parameter DO dengan menggunakan prinsip metode potensiometri dengan menggunakan DO meter.
5.  BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Mikroorganisme merupakan katalis hidup yang mempengaruhi sejumlah proses-proses kimia yang terjadi dalam tanah. Cendawan dan beberapa jenis bakteri menghancurkan senyawa organik yang kompleks menjadi senyawa-senyawa yang sederhana (Achmad, 2004). Nilai BOD5 yang tinggi menandakan tingginya bahan organik biodegradable yang menjadi beban perairan telah dioksidasi secara biologi. Pengukuran nilai BOD5 dilakukan dengan prinsip metode titrimetri ( dengan melakukan  titrasi menggunakan buret).
6.  Nitrat (NO3-)
Nitrifikasi, amonifikasi dan denitrifikasi merupakan proses mikrobiologi oleh karena itu sangat dipengaruhi oleh suhu dan aerasi. Proses nitrifikasi juga dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut > 2 mg/L, pH optimum 8-9, bakteri nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen atau bahan padatan lain, pertumbuhan bakteri nitrifikasi lebih lambat dari bakteri heterotrof, suhu optimum 20o C-25o C. Pengujian Nitrat ini dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer.
7.  Nitrit (NO2-)
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) oleh karena itu nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Kandungan nitrit pada perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari 0.06 mg/L adalah bersifat toksik bagi organisme perairan (Anonim, 2006). Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya poses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut rendah (Effendi, 2003). Seperti halnya pada pengujian nitrat, Pengujian Nitrit ini juga dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer.
8.  Amonia ( NH3)
Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapatkan cukup pasokan oksigen. Bahan-bahan organik dapat terkandung di dalam air sumur salah satunya disebabkan oleh kedalaman sumur yang rendah (3-4 m) sehingga air permukaan yang banyak mengandung bahan-bahan organik hasil limbah domestic mudah masuk ke dalam tanah yang bersifat porous. Kadar ammonia yang diperbolehkan dalam air kurang dari 90 mg/L. Pengujian kadar ammonia dalam air tanah ini juga dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer.
9.  Fosfat (PO43-)
Pengujian kadar fosfat dalam air tanah ini dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh. Adanya fosfat yang terkandung dalam air tanah disebabkan karena kegiatan penduduk dalam penggunaan detergen, pestisida, dan kandungan pupuk. Namun, fosfat juga tidak hanya dihasilkan dari kegiatan penduduk tetapi juga dapat dihasilkan oleh alam. Banyaknya fosfat dalam perairan dapat menyebabkan eutrofikasi (peledakan alga) yang mampu merusak ekosistem perairan, dimana banyak ikan mati karena kekurangan oksigen dalam air, yang jika dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan keracunan.
10.  Besi
Penentuan kadar logam berat dalam hal ini kadar besi (Fe) dalam sample air tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode spektrofotomerri menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA) yang didasarkan pada Hukum Lambert – Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi zat.
Apabila kadar besi dalam sample melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh dinas kesehatan, maka air tersebut dinyatakan telah tercemar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan adalah 0,3 mg/L.
11.  Mangan
Penentuan kadar logam dalam hal ini kadar Mangan (Mn) dalam sample air tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode spektrofotomerri menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA). Adanya kandungan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Di samping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang tidak sedap serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/L.
12.  Khlorida
Pengukuran kadar khlorida pada sampel air menggunakan metode argentometri, yaitu titrasi menggunakan larutan AgNO3 sebagai titrant. Pada metode ini, sampel terlebih dahulu dikondisikan suasana netral dengan cara menambahkan asam sulfat dan natrium hidroksida, hal ini disebabkan karena metode argentometri merupakan metode Mohr yang bereaksi dalam keadaan netral. Sampel kemudian ditambahkan larutan hidroksida yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor selain klorida. Kadar batas khlorida dalam air yang diperbolehkan berdasarkan Standar Baku Mutu Departemen Kesehatan, yaitu 250 mg/L.
13.  Sulfat (SO42-)
Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terjadi pada air alam. Sulfat penting dalam penyediaan air untuk umum maupun untuk industri, karena kecenderungan air untuk mengandungnya dalam jumlah yang cukup besar untuk membentuk kerak air yang keras pada ketel dan alat pengubah panas.
Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan R.I untuk SO4 dalam air minum adalah sebesar 200-400 mg/L. Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO4), yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan tanah.

c.    Parameter mikrobiologi yang meliputi:
1.  Bakteri E.Coli
Eschericia coli adalah salah satu bakteri patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan sehingga E. coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas.
Analisa terhadap kadar jumlah bakteri E. coli dilaksanakan secara deskriptif dengan pertimbangan baku mutu air bersih sesuai Golongan I Peraturan Pemerintah  RI Nomor 82 Tahun 2001. Standar baku mutu kandungan bakteri E. Coli pada air tanah adalah sebesar 100 sel/ml. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik sampel dengan jumlah bakteri E. coli yaitu jarak septictank jauh, aktifitas penduduk sekitar yang tidak banyak melibatkan penduduk seperti pertanian, pembuangan limbah rumah tangga melalui saluran pembuangan yang sesuai dengan kriteria, dan konstruksi ring sumur.
2.   Total Coliform
Total Coliform merupakan indikator bakteri pertama yang digunakan untuk menentukan aman tidaknya air untuk dikonsumsi. Bila coliform dalam air ditemukan dalam jumlah yang tinggi maka kemungkinan adanya bakteri patogenik seperti Giardia dan Cryptosporidium di dalamnya. Standar baku mutu kandungan total coliform pada air tanah adalah sebesar 1000 sel/ml. Analisa terhadap kadar jumlah bakteri E. coli dilaksanakan secara deskriptif dengan pertimbangan baku mutu air bersih.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar